Minggu, 24 April 2011

cerita untukmu. kawan..

Kau dengar ia bicara, kawan?
Aku dengar kau mengucap kata, "ya"
Hinakah ia, teman?
Atau aku yang terlanjur menyesatkan?
Kau lihat ia disana, Kawan?
Ia bergumul dengan kemunafikan,
Dan aku bisa melihat ketika sudut matanya
bertemu dengan nuraniku,
Aku merasakannya,
Ia meringis,
Licik.
Dan ulu hati ini, perih.

Kau bisa merasakannya, Kawan?
Tiap selaput yang membungkus paru-parunya
ikut mengalirkan darah, terbawa
dalam setiap hemoglobin yang kuharap mampu
meledak,
Darah yang penuh dengan kebohongan,
Kemunafikan.
Tiap serabut di dalam saraf otaknya ikut
mengantar implus ke tiap organnya.
Dengan penuh tawa,
Penuh dendam.
Lagi-lagi, sepotong hati ini teriris.

Dan aku selalu bisa mendengar, Kawan!
Ia berceloteh tentang cinta,
Yang terdengar di telingaku selama ini sebagai
kata, "Kepalsuan."

Aku jijik, Kawan!
katanya padaku, "Betapa aku ingin menghembuskan napasku ditiap hidupmu, dan membiarkan tiap detak jantung selalu mendengarkan nyanyian untukmu."
Tidakkah pendengaranmu jadi karam, Kawan!
Atau mungkin pembungkus hatimu malah menjadi somplak!

Tapi aku takpernah bisa menggerakan bibirku ini untuk dia,
Untuk merauk ucapannya,
yang ingin kuhembuskan satu per satu di depan dia,
Lalu hilang didengar oleh tanah.

Dan ketika tanah sudah mulai meresap cerita membosankan itu,
Aku akan mendengar dia menangis,
Seperti aku,
Pilu.

Sampai akhirnya mati,

Hati ini,
Terhempas dimensi waktu,

Raga ini,
Digerogoti kebencian dan dendam,
Yang ia tuliskan di mata pedangnya
Sebagai sebuah tanda "cinta."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar